Puisi Refleksi Seorang Guru

Gerimis pagi menikam di cela hari-hari
Tapi kami harus menuju padang bakti
Karena di sana nanar berjuta pengharapan telah menanti
Karena di sana telah menanti berjuta titah yang takboleh dibantah

Awal bulan adalah hari yang selalu dinanti
Sebagai satu-satunya sumber rezeki yang pasti
Namun tidak jarang kami harus bermurung hati
Karena potongan gaji menumpuk lagi
Yuran sana yuran sini
Sumbang sana sumbang situ
Hari besar ini hari besar itu
Namun kami hanya bisa menabahkan hati
Karena kami tak mampu menentang lagi

Suatu hari kami mendengar berita yang menyejukkan hati
Tentang naiknya gaji yang tertunda lagi
Namun kami tetap berbesar hati
Menjalani nasib yang disadari sebagai takdir

Kala pesta demokrasi akan dimulai
Janji-janji terdengar merdu lagi
Akan sejahtera yang amat menyejukkan hati
Namun apa yang terjadi
Semuanya hanya mimpi
Karena setelah mereka mendapatkan kursi
Mereka hanya bisa memikirkan perut sendiri
Kini kata-kata yang sama akan terdengar lagi
Dan nasib kami akan terus begini

Sesekali kami disuruh bersandiwara dengan memakai dasi
Padahal pagi tadi di atas sepeda karat perut kami belum terisi
Karena di ruang-ruang itu beban-beban telah tertulisi
Karena di pintu gerbang telah berdiri algojo yang siap melototi
Inilah kami. Jalan hidup kami
Namun mereka di atas sana selalu pura-pura tak mengerti

Kemarin sang Da’i bercerama tentang tema yang sudah basi
“Hormatilah gurumu
guru tugas mulia
tanpa guru kamu takkan berilmu”
terima kasih sang Da’i. Terima kasih
Karena dengan syair-syairmu itu kau peroleh amplop lagi

Pagi ini nyanyian pujian terdengar lagi
“Terima kasih guruku
Pahlawan tanpa tanda jasa
Jasamu tiada tara
Pelita penerang sepanjang masa”
Itu semua. Itu semua hanyalah hiperbola yang mengiris-iris hati

Kami tidak butuh nyanyian
Kami tidak putuh sanjungan
Kami hanya butuh sekelumit perhatian
Demi anak-anak kami yang minta dibelikan mainan
Demi rumah tangga kami yang kian hari kian menyedihkan

Tapi tidak anak-anakku
Kata-kata ini bukan untukmu

Kalian terlalu suci bagi kami
Kalian terlalu tulus
Kami hanya mengeritik dunia
Yang selalu pura-pura lupa kepada kami
Dan menelantarkan kami di tempat ini

Tetapi tidak. Sekali lagi tidak
Kami tidak akan pernah putus mengabdi
Kami akan terus mengabdi. Mengabdi dan mengabdi lagi
Walau dengan sepatu tua yang sudah tiga kali dijahit
Walau kendaraan dinas tak pernah mendekati

Hanya kepadamu Tuhan kami berserah diri
Semoga nasib takan terus begini

Herry Pandae (Akhir Juni 2003)

VIDEO KAMPUNG MEDIA

Arsip Kabar

Pengikut

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. RIMPU CILI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger