Drs. Arifuddin Kepala BPPKB Kabupaten Bima |
Peneliti dari Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) Jakarta, M. Irawan mengatakan, Posyandu sebagai ujung tombak untuk mengidentifikasi kasus kesehatan masyarakat perlu dioptimalkan. Apalagi dengan kehadiran Permendagri Nomor 19 tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Pos Pelayanan Terpadu, dengan 10 layanannya.
Program layanan itu, bahkan sudah ada inovasi sendiri dilakukan oleh masyarakat. Seperti memadukan Posyandu dengan pendidikan anak usia dini (PAUD), Posyandu dengan layanan usia lanjut, meski Permendagri itu belum disosialisasikan. “Artinya, sudah ada inovasi sendiri yang dilakukan masyarakat,” katanya dalam kegiatan Focus Group Discution (FGD) tentang layanan sosial dasar di Posyandu yang diadakan Solidaritas Untuk Masyarakat (Solud) Bima bekerjasama dengan Masyarakat Peduli Pelyanan Publik (MP3) Jakarta atas dukungan ACCESS Kabupaten Bima, Sabtu (27/4) di Kafe Kitani Pantai Lawata, Kota Bima.
Peserta yang hadir, diantaranya Kepala BPPKB, Bidang Promkes dan Gizi Dinas Kesehatan, Bappeda, Hj Mulyati anggota DPRD, Humas dan Protokol Setda Bima, bagian Kesra, Kepala Puskesmas Wera, kader Posyandu, dan beberapa lembaga terkait pelayanan pada Posyandu serta Pers.
Pelaksana Kegiatan, Hairul Anas HZ, dari Solud Bima dalam pengantarnya mengatakan, FGD layanan sosial dasar di Posyandu ini dilaksanakan dengan tujuan menggali informasi tentang sejauhmana implementasi Kepmendagri nomor 19 tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Pos Pelayanan Terpadu, dengan 10 layanan yang dilakukan di tingkat kader Posyandu.
Peserta FGD Posyandu di Cafe Kitani Lawata Bima |
Sementara itu, Kepala BPPKB Kabupaten Bima, Drs, Arifuddin mengkritisi pemahaman masyarakat tentang keberadaan Posyandu. Kata dia, posyandu sesungguhnya lahir dari, oleh dan untuk masyarakat. Posyandu adalah milik bersama dan tugas pemerintah hanya memfasilitasinya. “Kenyataannya di masyarakat tidak seperti itu, Posyandu dinilai milik pemerintah,” cetusnya.
Mengenai kader, saat ini sudah banyak kader posyandu yang dididik, tapi kendalanya kader yang dilatih tersebut ikut bersama suaminya atau pindah tempat, sehingga harus kembali ke awal lagi. “Faktor yang penting, tidak adanya jaminan bagi para kader. Mereka hanay dapat Rp 5ribu sampai Rp10ribu setiap kali pelaksanaan Posyandu,” ungkapnya.
Ketua Forum Posyandu Kecamatan Bolo, Ibu Chandra, mengeritik kurangnya pelatihan bagi kader Posyandu yang berimbas pada pengetahuan kader tentang pelayanan, termasuk soal sistem pendataan. “Kadang data Posyandu hanya ada ketika lomba,” sorotnya.
Mengakhiri diskusi, para peserta merumuskan sejumlah rekomendasi, diantaranya, optimalisasi pelayanan posyandu di semua instansi terkait, perlunya ketegasan dari kepala daerah kepada pemerintah desa agar menjadikan posyandu sebagai salah satu tugas tambahannya. Dan perlu adanya sosialisasi tentang Kepmendagri nomor 19 agar masayarakat bersama stakeholder terkait dapat memahaminya guna mendorong implementasi di lapangan. (smd)