Sosialisasi Pengelolaan Terumbu Karang Di Hotel Lilagraha Kota Bima |
Dilatar belakangi maraknya aksi pemboman ikan, penambangan dan pengambilan ikan hias oleh nelayan yang menyebabkan kerusakan padaterumbu karang, Forum Komunikasi Pemuda Pesisir (FKPP) Bima menggelar sosialisasi pengelolaan terumbu karang yang dilaksanakan di Ball Rom Hotel Lila Graha Kota Bima, Sabtu (27/4). Kegiatan sosilisasi tersebut dihadiri AKKI Indonesia, perwakilan Taman Nasional Comodo (TNC), camat dan Kepala Desa pesisir dan 20 nelayan, diantaranya Camat Wera, Sape, Lambu, Langgudu, Kepala Desa Bajo Pulau dan Desa Bajo Kecamatan Soromandi.
Fachrunnas, selaku Ketua FKPP Bima mengatakan, banyak potensi kelautan yang dimiliki Kabupaten Bima yang didukung didukung pulau-pulau kecil. Salah satunya, terumbu karang. Potensi tersebut diharapkan dapat dikelola dan dimanfaatkan secara tepat sehingga meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir. “Salah satu tujuan kegiatan ini, ada output positif dan kesepakatan bersama dalam mengelola potensi dengan tetap mengacu menjaga keseimbangan lingkungan,” katanya saat membuka kegiatan tersebut.
Menurutnya, selama ini yang timbul dalam pengeloaan potensi kelautan khususnya terumbu karang di Bima, pemanfaatan belum diimbangi upaya transpaltasi.“Ini seharusnya jadi atensi setiap pihak terkait atau stakeholder,” cetusnya.
Memang secara umum, dalam regulasi khusus tidak melarang pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang. Hanya saja perlu memperhatikan beberapa aspek,sehingga kegiatan ini perlu dibuatkan nota kesepahaman dan kesepakatan menyangkut pengelolaan dan pemanfaatan terumbu karang. “Hal ini bisa menjadi bentuk dari kearifan lokal,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif AKKI Indonesia, Indra Wijaya mengungkapkan, dalam jurnal internasional, ada tujuh penyebab kerusakan terumbu karang, yakni penangkapan ikan dengan cara pemboman, pencemaran laut, penambangan karang untuk kebutuhan fondasi rumah, penangakapan ikan hias dan konsumsi, kegiatan pariwisata, serta kegiatan penelitian. Bahkan pertimbangan kerusakan itu, tahun 1997 negara Filliphina menutup perdagangan karang kemudian disusul India. Namun belakangan diketahui jumlah kerusakan malah bertambah. “Dalam jurnal internasional itu disebutkan penyebab utama kerusakan karena pemboman dalam aktivitas penangkapan ikan,” ujarnya.
Secara umum, AKKI Indonesia siap berkolaborasi mengikuti alur dalam pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang. Peran asosiasi sendiri dalam pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang sudah diatur dalam pasal 84-86 SK Menhut Tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bima, Ir Hj Nurma menjelaskan, pada prinsipnya pemerintah tidak menutup diri dalam pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang. Hanya saja lebih hati-hati dalam menerbitkan ijin. Apalagi belum lama ini Pemerintah Kabupaten Bima meraih penghargaan terbaik dalam memantau terumbu karang. Namun, pemerintah juga tidak akan tertutup sepanjang mengikuti kaidah yang ada. Salah satunya yang harus dilengkapi dari hasil transpaltasi dan hasil alam hasil petik harus ada surat keterangan asal. “Itu untuk memermudah mengindentifikasi,” katanya.
Menurutnya, di Kabupaten Bima terdiri dari 155 pulau kecil, 74 diantaranya sudah memiliki nama, sedangkan tiga diantaranya memiliki populasi penduduk yang ada. Kedepan, DKP akan akan berkolaborasi dan mempelajari ketentuan atau peraturan berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang. Karena sudah ada regulasi baru yang mestinya menjadi rujukan. “Aturan-aturan baru kita pelajari semua termasuk 54 jenis karang. Berapa yang transpaltasi dan berapa hasil alam, sehingga gampang mengeluarkan rekomendasi ijin,” tandasnya. (smd)